TRIBUNNEWS.COM - Anak-anak di era digital ini sangat piawai menggunakan berbagai perangkat elektronik atau gadget. Tak jarang, orangtua sengaja memberikan gadget agar anak-anak mereka lebih "anteng".
Rasa bersalah orangtua karena sibuk bekerja di kantor
juga kerap menjadi alasan untuk menghadiahi gadget sejak dini pada anak-anaknya.
"Gadget ini diberikan untuk menemani anak,"
kata psikolog anak dan keluarga Elizabeth T. Santosa dalam acara peluncuran
buku pertamanya yang berjudul ‘Raising Children in Digital Era’ di Gramedia
Matraman, Jakarta (25/03/15).
Psikolog yang akrab disapa Lizzie ini menambahkan, tak
sedikit orangtua yang memberikan segala keinginan anak karena sudah kelelahan
bekerja.
Walau gadget juga memberikan manfaat bagi anak, tapi tanpa ada
pengawasan dari orangtua, bukan tidak mungkin anak justru malah terpapar hal
negatif.
“Tidak ada orangtua yang bermaksud jahat pada anaknya.
Orangtua ingin anak senang dan mudah dihubungi melaluigadget. Tapi orangtua malah tidak paham fitur alat yang mereka
berikan kepada anak," katanya.
Ia mengatakan bahwa orangtua juga harus melek teknologi
agar bisa memahami dunia digital saat ini. Misalnya, orangtua tahu media sosial
itu dipakai untuk apa oleh anak dan konten apa yang dilihat anak dan isi
postingan anak. Tanpa aturan dan kendali dari orangtua, anak-anak justru bisa
kecanduan bermain gadget dan marah
ketika "mainannya" diambil. “Banyak orangtua bercerita pada saya,
kalau anak-anak mereka harus menonton film atau memainkan gadget sebelum
makan atau tidur,” katanya.
Dalam bukunya yang diterbitkan oleh Elex Media Komputindo
ini, Lizzie menjabarkan bahwa perkembangan teknologi mempengaruhi perkembangan
motorik, fisik, neurologi, kognitif, moral, bahasa, dan sosial anak dalam kurun
usia 2,5 tahun sampai 13 tahun. Aspek-aspek tersebut berperan penting dalam
masa tumbuh kembang anak baik dalam diri mereka mau pun dengan lingkungan.
“Seringkali anak terperangkap dalam keasyikan media dangadget, sehingga
lupa melakukan interaksi dengan orang-orang di sekelilingnya,” katanya. Dari
segi fisik, ada anak yang mengalami obesitas bahkan malnutrisi akibat terlalu
asyik bermain gadget sehingga
kurang melakukan aktivitas fisik.
Meski demikian, perkembangan neurologi dan kognitif
secara positif pun bisa diraih melalui gadget apabila
orangtua mampu menambah wawasan, terlibat aktif, dan beradaptasi dengan
perkembangan teknologi.
“Saat ini sudah masuk di era digital, jadi sudah saatnya
anak memang belajar. Orangtua pun dapat menggunakan media teknologi sebagai
alat untuk memperkenalkan informasi baru pada anak,” ujarnya.
Selain membahas soal gadget, dalam
bukunya Lizzie juga memaparkan bagaimana menerapkan pola asuh pada anak yang
sudah mengenal internet dan video game. Ada juga contoh-contoh kasus adiksi
teknologi pada anak yang pernah ia temui, serta tips bagi orangtua yang
menghadapi masalah tersebut. (Purwandini Sakti Pratiwi)
http://www.tribunnews.com/lifestyle/2015/03/27/efek-buruk-anak-anak-terbiasa-diasuh-gadget
Banyaknya
orangtua yang sibuk dengan pekerjaannya sering dijadikan alasan untuk orantua
tersebur membelikan gadget kepada anaknya. Tidak semua yang disediakan gadget
kepada seorang anak dapat dapat diserap positif. Contohnya, serang anak akan
mengalami perubahan pola makan dan perilaku yang negative seperti marah ketika
gadgetnya diambil. Pola pikir orangtua harus dirubah. Tidak semua yang orang
tua sediakan dapat disediakan gadget, seperti kasih saying. Maka dari itu
batasi pengenalan gadget pada anak sejak dini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar